(Apa) Susahnya Menjadi Guru

Menjadi Guru (Apa Susahnya?)

Diahfakhma




09 Oct 2012 | 20:37


Akhir-akhir ini profesi guru menjadi sorotan dan menjadi bahan perbincangan orang, terutama semenjak adanya tunjangan profesi yang besarnya sering membuat profesi lain (terutama yang belum diakui keprofesiannya oleh pemerintah) iri. 

Saat ini profesi guru menjadi incaran para muda. Fakultas keguruan dan pendidikan menjadi laris manis diminati para mahasiswa baru. Hal ini berbeda dengan 20 tahun yang lalu dimana guru lebih sering tidak diminati. Padahal di jaman itu Guru sangat dihormati, ditempatkan pada posisi yang tinggi sehingga jarang dinilai miring oleh masyarakat. Sebaliknya di jaman sekarang banyak penilaian miring atau negative tentang guru. Terutama ketika media menyiarkan berita-berita kriminal yang terkait dengan pendidikan. Misalnya, tawuran, nilai dan jumlah kelulusan yang kecil, perilaku menyimpang oknum guru sampai kebijakan sekolah tentang pungutan sekolah, buku ajar yang tidak sesuai dengan karakter atau tingkat pendidikan.
Ketika semua peristiwa terebut terjadi banyak yang mempertanyakan bagaimana guru menjalankan profesinya?  Kenapa peristiwa-peristiwa tersebut terjadi? apa saja yang dilakukan guru? Apa susahnya menjadi guru? 
Mungkin ada yang bilang menjadi guru itu mudah. Ada juga yang mungkin mengatakan susah menjadi guru. Berikut ini ada beberapa cerita tentang kegiatan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban dia sebagai guru. Beberapa pengalaman yang dijalani seorang guru dalam memenuhi kewajibannya sebagai pengajar dan pendidik.
Sebelum program semester dimulai seorang guru harus membuat segala perencanaan pengajaran. Yaitu meliputi pembuatan RPP atau lesson plan, materi ajar, bahan latihan sampai bahan evaluasi. Selain itu juga menyusun Silabus, program semester (berapa kali pertemuan termasuk pengajaran, quiz/ulangan, materi) rencana harian (jadwal per tanggal per kelas yang diampu selama satu/dua semester). Semua disusun sebelum tahun ajaran dimulai.  Ketika tahun ajaran mulai, sebelum masuk kelas mengajar guru mesti juga menyiapkan bahan-bahan yang akan ditampilkan pada hari H nya dia mengajar.
Misalnya seorang guru bahasa Inggris, ketika pada hari Senin dia harus mengajar di kelas 7 untuk ketrampilan listening maka minimal sehari sebelumnya dia harus menyiapkan bahan yang akan diperdengarkan ke siswanya. Disini guru mesti browsing kalau tidak punya audio file yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hal ini juga tidak mudah karena untuk memilih materi ajar guru tidak boleh asal ambil dari internet. Harus diperhatikan materi tersebut sesuai dengan kompetensi yang dituntut (kurikulum) dan kontennya juga sesuai dengan budaya kita dan karakter yang kita tanamkan. Belum materi-materi lain yang juga harus disiapkan untuk bahan latihannya. Bersamaan dengan itu guru juga harus mempersiapkan metode apa yang akan dia pakai untuk mengajarkan materi tersebut. Itu baru untuk satu kelas, belum lagi kalau pada satu hari itu dia juga mengajar kelas dengan tingkat yang beda. Begitu seterusnya sampai tiba masa evaluasi, dimana guru harus mempersiapkan alat evaluasi yang juga sesuai dengan tujuan pembelajaran (SK/KD) dan memberi analisa serta hasil akhir pembelajaran.
Diluar tugas rutin mengajar seorang guru juga kadang ‘mengurusi’ anak-anaknya di sekolah. Misalnya guru yang juga merangkap menjadi wali kelas. Tugas wali kelas tidak hanya mengurusi siswanya ketika tiba saatnya pembagian raport. Segala kejadian yang dianggap tidak wajar terjadi pada siswa di sekolah (bahkan kadang di luar sekolah juga) menjadi hal yang harus diurus oleh guru. Misalnya, siswa malas dan tidak semangat belajar, adanya gap diantara kelompok siswa di kelas sampai masalah keluarga siswa.
Ketika terjadi masalah-masalah diatas, guru merupakan sandaran siswa. Bagaimana guru menanggapi segala permasalahan yang terjadi akan mempengaruhi siswa dalam menyelesaikan masalah. Ketika guru cuek dan tidak menangani masalah tersebut maka siswa akan mencari hal lain untuk pengalihan masalah yang tidak bisa mereka pecahkan. Di sini mungkin salah satu celah kenapa beberapa masalah kriminal seperti tawuran yang dilakukan siswa dituding sebagai akibat lalainya sekolah dalam mendidik siswanya. Logikanya ketika guru mempunyai ruang untuk berdialog dengan siswa yang mempunyai masalah dalam berkomunikasi / pergaulan, guru bisa memberikan pendidikan karakter kepada mereka, misalnya bagaimana mengatasi rasa sakit hati dengan teman. Sehingga siswa tahu apa yang harus mereka lakukan ketika hal itu terjadi. Sebenarnya hal ini tidak hanya bisa dilakukan oleh guru wali kelas saja. Semua guru bisa melakukannya kalau saja dia mau perduli dan bersosialisasi (berteman) dengan siswanya, sehingga tidak ada jarak antara guru dengan siswa.
Disinilah letak kependidikan guru terhadap siswa.Pekerjaan lain seorang guru adalah menyiapkan segala urusan administrasinya. Ternyata profesi guru tidak sama dengan profesi-profesi lain seperti dokter atau insinyur. Para dokter dan insinyur mempunyai asisten dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Ketika akan memeriksa atau mengoperasi pasien, dokter tidak perlu memeriksa tensi, berat badan atau menyiapkan alat-alat yang akan dipakai. Semua sudah disiapkan oleh paramedis. Begitu juga insinyur, arsitek misalnya. Ketika merencanakan pembangunan sebuah gedung dia mempunyai tim yang anggotanya bertugas menggambar desain, menghitung RAB, sampai tukang yang akan mewujudkan tegaknya bangunan tersebut. Sementara guru sebagai seorang profesional dia harus menyiapkan segalanya sendiri, mulai dari mengetik materi ajar, memasang projector bahkan mencari spidol ketika di dalam kelas tidak tersedia (-disini harus dipahami siswa ibarat pasien yang memerlukan pelayanan guru, sehingga tidak semestinya siswa disuruh-suruh guru untuk mencari spidol atau mencatatkn materi di papan tulis).
Selain itu untuk memperkuat keprofesionalannya guru juga harus selalu mengembangkan potensi dirinya, misalnya dengan mengikuti seminar, workshop, membuat tulisan juga penelitian. Semua itu dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetensi supaya tidak ketinggalan jaman. Apalagi guru berurusan dengan remaja/pemuda generasi bangsa yang hidup sesuai dengan jamannya. Apa yang diketahui atau digemari siswa juga harus diketahui guru. Apa jadinya kalau guru tidak mengetahui apa-apa yang berkembang di dunia yang justru sangat dikenal oleh siswa? Siswa akan meremehkan guru dan malas untuk ‘berguru’ kepada gurunya. Apalagi tugas guru menyiapkan ketrampilan hidup bagi siswanya untuk bisa berkembang di masa yang akan datang setelah mereka selesai sekolah.
Untuk bisa memenuhi semua kompetensi tersebut diatas bisa terbayang apa saja yang harus dilakukan guru. Guru harus ‘melek’ teknologi alias tidak gaptek. Karena dengan teknologi guru bisa mengetahui banyak hal secara mudah. Sementara justru hal ini yang tidak dikuasai oleh banyak guru. Belum lagi tidak tersedianya waktu luang yang mencukupi untuk bisa melakoni semuanya. Ketika dalam seminggu dia mengajar plus kegiatan persiapan dan lain-lain selama 6 hari  guru juga harus meluangkan waktu dan pikiran untuk melakukan penelitian atau sekedar menulis artikel atau buku. Bisa terbayang bagaimana guru harus membagi waktu dan pikiran untuk semua itu?
Belum lagi peran ganda yang juga dilakoni guru. Di luar sekolah, seorang guru juga berperan sebagai kepala keluarga atau ibu rumah tangga. Masing-masing mempunyai tugas yang tidak kalah penting dan berat dengan tugas mereka sebagai guru. Di rumah mereka harus bisa menyelesaikan segala tugas-tugasnya termasuk mendidik anak-anak biologis mereka. Ironis rasanya kalau seorang guru berhasil mendidik anak orang lain di sekolah sementara anak-anak mereka terlantar. Jadi mereka harus bisa berbagi waktu dan pekerjaan antara tugas-tugas di sekolah dan di rumah. Sementara tugas-tugas sekolah sering tidak bisa selesai dikerjakan di sekolah saja, sementara tidak ada tugas rumah yang bisa dikerjakan di sekolah.
Selain itu, kenyataan bahawa seorang guru adalah juga warga masyarakat yang otomatis dia mengemban kewajiban sebagai anggota masyarakat yang harus bersosialisasi, juga bergotong royong dalam menyelesaikan permasalahan sekitar. Disini guru juga harus berperan. Bahkan karena profesinya sebagai guru dia sering dianggap ‘suci’ oleh masyarakat. Sedikit salah saja dalam kehidupan pribadinya, ada saja tudingan seperti ‘guru kok kayak begitu’.

Itulah dinamika kehidupan seorang guru.Setelah melihat pekerjaan apa saja yang dijalani seorang guru, mungkin ada yang akan mengatakan ‘oh ternyata repot juga yang jadi guru’, ‘wah ribet amat jadi guru’, atau mungkin bisa juga mengatakan ‘alah ternyata begitu aja kerjaan guru’. Semoga tulisan ini bisa memberikan inspirasi bagi guru yang belum maksimal dalam menjalani profesinya, atau memberikan semangat bagi guru yang mungkin merasa telah lebih banyak berbuat dari apa yang tertulis diatas dalam mengerjakan tugas-tugasnya sebagai guru. Semoga semangat memperbaiki generasi bangsa selalu ada pada semua guru di Indonesia
 


Popular Posts